Sunday, September 28, 2008

Bersyukurlah, sebab bersyukur itu Indah

Bersyukur adalah kata yang sulit untuk diucapkan ketika kita tidak menyadari untuk setiap berkat anugerah yang kita peroleh secara cuma-cuma dari Yang Maha Kuasa. Bagaimana tidak, kita lebih peka terhadap setiap kekurangan-kekurangan yang ada pada tubuh kita dibandingkan setiap kelebihan yang tidak semua orang dapat menikmatinya. Kita lebih peduli untuk memutihkan kulit, memancungkan hidup, melakukan sedot lemak dan perkara-perkara lain yang sebenarnya tanpa semua itu engkau tetap terlihat istimewa. Kita lebih peduli untuk membeli sepatu baru, baju baru atau aksesoris lainnya sekalipun semua itu hanya untuk dipakai 2 atau 3 kali saja, dan selanjutnya akan menumpuk sebagai barang yang diberi label kuno.

Saat ini,saya tidak akan membandingkannya dengan orang-orang yang secara materi tidak mampu untuk membelinya dan menikmatinya. Namun saya akan membandingkan semua itu dengan orang-orang yang mampu secara materi untuk membelinya namun tidak dapat menikmatinya hanya karena alasan sakit yang mereka derita. Ketika tubuh tidak mengalami gangguan kesehatan, sulit untuk mensyukuri semua berkat tersebut. Kita lebih sering bersungut-sungut karena tidak memiliki kulit yang putih, hidung yang mancung, payudara yang besar, atau badan yang tidak proporsional. Padahal, sekali lagi tanpa semua itu engkau tetap ciptaan yang sempurna dan istimewa. Namun yang terjadi ketika engkau mengalami gangguan penyakit? masihkah penting bagimu untuk memutihkan kulit, mengencangkan payudara, memancungkan hidung dll? Tentu saja tidak. Hanya ada hal yang akan dilakukan, berjuang untuk hidup. Setiap detik akan menjadi mahal harganya. Setiap nafas akan menjadi sesuatu yang paling berharga. Kesehatan itu memang mahal dan harus kita syukuri.

Selama seminggu, saya mendapatkan kesempatan untuk melihat lebih dekat orang-orang yang berjuang untuk hidup lebih lama di dunia ini. Saya kagum atas setiap perjuangan mereka. Tidak mengenal putus asa, tetap ceria dan optimis bahwa esok hari mereka masih akan menghirup udara dan melihat matahari pagi. Bagi mereka penyakit menjadi sahabat terdekat mereka. Setiap saat mereka merasakan kehadiran penyakit tersebut dan menggerogoti setiap inchi dari tubuh mereka. Sakit, ujar mereka. Namun seperti sahabat dekat, begitulah penyakit tersebut hidup dengan mereka.

1. Mr. D, mengidap kanker usus.
Berusia 24 tahun dan mengidap penyakit kanker selama 2 tahun. Saat bertemu dengannya, dia sedang menjalani kemoterapi untuk yang ke 11 kali. Dari perawakannya sendiri, saya tidak menduga kalau dia salah satu pasien di rumah sakit tersebut. Bayangkan, 11 kali kemoterapi. Sekali melakukan kemoterapi, rumah sakit tersebut mematok harga sekitar Rp.20 juta. Silahkan dikalikan sendiri berapa rupiah yang telah dihabiskan untuk kemoterapi diluar obat yang harus rutin dia makan setiap harinya. Namun dia tetap semangat untuk hidup dan berkata kalau saat ini dia lebih mengerti dan menghargai hidup tersebut. Lebih memahami arti bersyukur untuk setiap nafas yang masih bisa dihelakan.

2. Mrs. S, mengidap kanker mulut rahim.
Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti kaum wanita. Baru dua bulan divonis kanker oleh dokter dan hari kamis kemarin adalah kemoterapi yang pertama yang dia lakukan. Sedih, marah dan frustasi itu perasaan pertama yang dia rasakan. Beruntung dia memiliki suami yang setia mendampinginya. Aku kagum dengan kesetiaan suami Mrs. S dan berharap dia tetap setia mendampingi istrinya. Ada satu peristiwa yang mengharukan, dengan mata kepala sendiri aku melihat Mr. S (Suami Mrs. S) menyuapi makanan ke mulut Mrs. S sedikit demi sedikit. Sayang, Mrs. S saat itu tidak berselera untuk makan, dan dia menolak untuk makan lebih banyak lagi. Dengan sabar Mr. S menyudahinya dan berjalan ke belakang untuk membuang sisa makanan. Saat itulah aku melihat Mr. S menangis terisak-isak. Aku tidak berani mendekatinya karena aku tahu itu akan membuatnya malu. Aku hanya memandang dan melihat dari jauh.

3. Mrs D, mengidap penyakit Jantung (kelainan klep) sejak lahir
Awalnya semua indah, namun harus berakhir merana. Kisah cinta Mrs D sangat menyedihkan. Indah di awal, sakit di akhir. Sebenarnya dokter sudah memvonis kalau Mrs. D dengan kelainan jantung yang dimilkinya disarankan untuk tidak hamil. Karena apabila dia melahirkan kelak, pilihannya hanya ada dua. Pertama, meninggal. Kedua, cacat seumur hidup. Orang tuanya yang mendengarkan saran dokter tersebut juga menyarankan agar Mrs. D jangan menikah. Atau apabila harus menikah di awal sudah ada pernjanjian kalau mrs. D tidak akan hamil dan melahirkan. Sayang, Mrs. D tidak memperdulikan semua larangan dokter tersebut. Dia percaya kalau laki-laki yang dijadikan sebagai suaminya tersebut akan setia menemaninya dan mau menerima dia apa adanya. Akhirnya, dia nekat menikah dan hamil. Semua terlihat indah sampai sejauh itu. Tiba saat persalinan apa yang ditakutkan dokter maupun orang tuanya terjadi. Tepat pada hari kelima pasca operasi persalinan, Mrs. D mengalami kejang hebat dan badannya tidak dapat digerakkan. Sehari, dua hari sang suami masih setia menemani. Namun seminggu kemudian, sang suami lepas tangan hingga saat ini. Tapi ada daya nasih sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi. Saat ini Mrs. D dirawat orangtuanya dan begitu juga anaknya. Sedangkan sang suami, entah dimana rimbanya tidak ada kabar berita.

4. Mrs. M, mengidap hipertensi pulmonal primer (Hipertensi Paru)
Dia adalah kakak kandungku. Bagiku dia saudara, sahabat untuk bertukar pikiran. Di usia menjelang 30 tahun, oleh dokter divonis Hipertensi Pulmonal Primer. Suatu penyakit langka dan hingga saat ini dunia kedokteran belum menemukan obat penyembuh untuk penyakit ini. Tidak banyak yang dapat kuceritakan mengenai dia selain kalimat aku bangga sebagai adiknya. Tidak ada tanda-tanda frustasi, kecewa atau marah di wajahnya. Semua diterima dengan kepasrahan akan hidup bukan milik kita melainkan milik Yang Kuasa. Saat ini, hanya ada satu hal yang dia lakukan yaitu menikmati setiap detik hidup yang masih dimiliki. Bersyukur setiap detik yang masih dipercayakan kepadanya. Sekali lagi, aku bangga menjadi adiknya dan punya saudara seperti dirinya.

Itu hanya sebagian contoh "pejuang-pejuang" hidup yang dapat kutemui saat ini. Aku tahu masih banyak orang-orang yang saat ini berjuang untuk hidup dengan penyakit-penyakit yang lebih ganas atau serupa dengan mereka yang di atas tersebut. Aku hanya ingin berkata, kepada yang saat ini menyia-nyiakan hidup dengan obat -obat terlarang atau yang bersungut-sungut untuk fisik yang tidak sempurna, ingatlah diluar sana banyak orang-orang yang menderita penyakit-penyakit ganas yang setiap saat bisa menyakiti tubuh mereka. Jangan pernah menyia-nyiakan hidup dan teruslah bersyukur untuk hidup yang masih diperkenankan kepadamu. Buat yang saat ini menderita suatu penyakit, jangan pernah putus asa. Tetap bersyukur, setidaknya untuk waktu-waktu yang pernah engkau rasakan tanpa penyakit yang saat ini engkau derita.

GBU all ....

Wednesday, September 10, 2008

Melihat sesuatu yang terdekat

Apa yang paling dekat dengan manusia? Kematian. yah.. kematian merupakan sesuatu yang paling dekat manusia. Kapan saja, dimana saja kematian dapat sewaktu-waktu menjemput kita. Tidak menjadi soal, apakah saat ini kamu merasa tekanan darahmu normal, kolesterol maupun kadar gula darahmu normal namun kematian dapat merenggutmu kapan pun dia mau. Tapi haruskah kita sendiri menjadi takut dengan kematian itu? Bukankah ati merupakan sesuatu yang pasti yang akan kita lalui. Ini hanya persoalan waktu, cepat atau lambat.


Hidup hanya punya satu kematian

Mengapa tidak mati terhadap kematian?

Orang yang mati terhadap kematian

Selamanya tidak perlu mati ..........

Monday, September 8, 2008

May day.. May day

OH MY GOD. Help me...Aku lelah dan bosan dengan semua ini. Aku cuma butuh satu hari saja.. yahh satu hari saja tidak dipusingkan dengan masalah yang sama. Aku lelah.. Satu hari saja aku minta hari untuk diriku sendiri. Aku pusing dengan semua ini. Haruskah aku mengorbankan diri dan seluruh kehidupanku? Tidak layak lagikah aku memiliki waktu diriku sendiri? atau cukup egoiskah aku apabila aku meminta satu hari saja untuk tidak terlibat dalam masalah ini.

Yah.. aku tahu. Itu suatu keharusan bagiku, tapi haruskah berubah menjadi suatu kewajiban? Tidak bisakah aku bekerja lebih tenang, menjalani hidupku tanpa gangguan bunyi telepon yang setiap jam bahkan setiap menit mengejar seolah-olah aku akan lari dan tidak akan kembali lagi. Aku tahu,,,aku sadar. Aku punya tanggung jawab. Tapi aku hanya memohon satu hari sajaa untuk kembali ke masaku yang dulu.Masa-masa ketika waktu menjadi milikku.. ketika hidupku bisa kujalani tanpa harus merasa bersalah. Satu hari saja...

Aku masih manusia yang memiliki permasalahan pribadi, punya jiwa dan batin yang harus kusembuhkan sendiri dari luka-luka yang kembali muncul akhir-akhir ini. Plis.. biarkan aku menyelesaikan pergolakan pada diriku sendiri. Aku pasti datang untuk membantu, aku pasti bersedia untuk terlibat. tapi... aku minta satu hari saja untuk diriku sendiri. Menyembuhkan semua yang terluka..