Monday, May 18, 2009

Tak ada yang abadi (Bahagia)

Tak kan selamanya... raga ini menemani
Tak ada yang abadi.. tak ada yang abadi

Sepenggal lirik dari lagu tak ada yang abadi yang dinyanyikan oleh kelompok band Peterpan. Lagu yang akan selalu mengingatkanku tidak ada yang kekal di dunia ini. Tidak ada yang abadi. Masing-masing memiliki tanggal kadarluarsanya. Apa yang kau miliki hari ini tidak selamanya akan kau miliki. Engkau hanya dikasih pinjam oleh sang pemilik untuk sementara. Ingat, di dunia ini tidak ada benda yang akan menjadi milikmu untuk selamanya.

Apabila hari ini engkau memiliki mobil mewah, kapal pesiar, rumah bertingkat atau anggota keluarga utuh, kekasih bahkan suami atau istri ingatlah itu semua hanya pinjaman. Tidak hak milik yang kekal untuk selamanya. Jika engkau memiliki semua kenikmatan yang ditawarkan di dunia ini tidak akan pernah menjadi patokan bahwa engkau akan berbahagia. Mana yang akan kau anggap berbahagia seseorang yang memiliki mobil jaguar, kapal pesiar, keluarga utuh, karir yang bagus dibandingkan dengan seseorang yang memiliki penyakit menahun dan vonis dokter yang mengatakan setiap saat bisa mati? Semua orang akan setuju mengatakan tentunya orang yang memiliki mobil mewah, karir bagus dan keluarga utuh yang akan bahagia dan merasa kasihan dengan orang yang kedua yang setiap saat bersiap-siap menanti ajal menjemput. Tidak salah memang jika beranggapan demikian karena kita cenderung melihat kebahagiaan dari sisi panca indra kita. Tapi aku bisa berkata bahwa seseorang yang memiliki penyakit menahun tersebut adalah orang yang berbahagia. Bagi si orang pertama, berjalan hanya dianggap sebagai sesuatu yang wajar, memiliki mobil jaguar hanya memberikan kebanggaan sesaat karena setelah 1 tahun atau mungkin 1 hari setelahnya dia hanya akan menganggap mobil jaguar itu sesuatu yang biasa dan tidak ada istimewanya. Namun bagi orang yang memiliki penyakit tadi, hanya berjalan dua atau tiga langkah pun akan dia syukuri sebagai suatu kebahagiaan. Tidak hanya itu, apabila keesokan paginya dia masih bisa melihat matahari dan melihat orang-orang yang dicintainya maka dia akan berbahagia, bersyukur atas keistimewaan itu. Ada banyak contoh disekitar kita yang dapat mengembalikan kita pada arti kebahagiaan itu sendiri. Suatu contoh ekstrim, bagi seorang perempuan yang menikah di usia 25 tahun, punya anak dan karir suami yang lumayan sering dijadikan impian dan dianggap sebagai wanita yang berbahagia. Tapi pernahkan anda bertanya kepada perempuan itu, apakah setelah menikah, punya anak dan keluarga yang utuh telah membuat dia menjadi seorang yang berbahagia? Bandingkan dengan seorang perempuan yang menikah di usia 52 tahun (dialami seorang misionaris dari swiss yang akhirnya bertemu dengan pasangannya berusia 56 tahun warga negara Amerika dan mereka bertemu di suatu pelayanan di afrika). Aku yakin ketika perempuan itu berusia 30 an akan banyak orang yang merasa kasihan atasnya. Mengapa hingga usia segitu belum juga menikah dan memiliki anak. Tapi wanita itu tetap yakin bahwa dia akan menikah dan hanya waktu yang akan menjawabnya. Akhirnya terbukti dia menikah. Memang mereka tidak dikaruniai anak biologis tapi jangan heran kalau mereka memiliki anak dalam jumlah ribuan. Hampir di setiap negara dapat dijumpai anak-anak mereka. bandingkanlah, mana yang akan kau anggap yang lebih berbahagia.

Tidak ada yang salah untuk menikmati apa yang ditawarkan dunia. Tapi tetaplah memiliki hati yang selalu mengatakan tidak ada yang abadi di dunia ini. Semuanya ada wakktu kadaluarsanya. Tidak hari ini mungkin besok. Jadi tetap hadirkan shalom.. damai sejahtera di hatimu. Hanya itu yang akan membuatmu bahagia. Jika tetap melihat apa yang ditwarkan dunia sebagai suatu kebahagiaan maka kita tidak akan pernah merasakan bahagia yang sesungguhnya. Jika engkau melihat temanmu memiliki wajah cantik, populer, pakaian mewah dan ingin sepertinya engkau tidak akan pernah bahagia. Yang muncul hanya iri hati, mengasihi diri sendiri dan tidak pernha bersyukur dan merasa hidup ini tidak adil. Bagaimana mungkin kita mengatakan hidup ini tidak adil? memangnya siapa yang empunya hidup ini? Ingat kita hidup di dunia hanya sementara. Ada kontrak yang telah dimateraikan. 50 tahun, 90 tahun atau mungkin hanya 1 hari saja. Semua tergantung pemilik dunia ini. Berserahlah kepadaNya... dan jalani apa yang telah menjadi bagianmu. Manusia tidak ada yang sempurna, tetapi selalu belajar untuk menjadi sempurna adalah keharusan.


sayup-sayup aku mendengar lagu ini:

Takkan selamanya tanganku mendekapmu
Takkan selamanya raga ini menjagamu
Seperti alunan detak jantungku
Tak bertahan melawan waktu
Dan semua keindahan yang memudar
Atau cinta yang telah hilang
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Biarkan aku bernafas sejenak
Sebelum hilang


Reff :
Jiwa yang lama segera pergi
Bersiaplah para pengganti

Sunday, May 3, 2009

"....."

Apa yang akan terjadi jika hari ini segala sesuatu yang ada padamu tiba-tiba hilang? Rumah, Mobil, harta atau orang-orang yang disayang semua hilang tanpa ada jejak sedikit pun. Kecewa, sedih, atau menyesal? manusiawi. Setiap orang akan merasakan hal yang sama. Namun ketika perlahan-lahan waktu mulai menghapus jejak itu, tidak semua orang dapat bangkit dan memulai awal yang baru. Ada yang duduk dan mengasihani diri tanpa harapan dan merasa bahwa semua kebahagiaannya telah direnggut namun ada juga yang bangkit dan selalu melihat peluang untuk memulai kembali dari awal. Itu adalah pilihan yang setiap orang diberi kekuasaan mutlak untuk memilihnya tanpa pembedaan.

Hidup tidak akan pernah sama. Selalu bergerak ke arah perubahan, baik secara evolusi atau revolusi tergantung kepada waktu dan elemen-elemen pembentuk hidup itu sendiri. Ketika segala sesuatu berjalan sesuai dengan kehendak kita maka hidup seakan bergerak cepat sangat cepat malah sehingga kita tidak mampu melihat dan merasakan lebih dalam lagi atas kenikmatan hidup yang kita dapatkan. Tidak ada waktu untuk bersyukur atas segala kenikmatan itu karena kita menggerakkan hidup dengan waktu yang cepat.

Ketika saatnya penderitaan atau cobaan yang datang menghempas maka hidup itu akan berubah dengan sangat lambatnya. Begitu menyiksanya. Namun tetap tidak ada rasa syukur yang terucapkan selain kata-kata hampa yang sia-sia. Bukankah seharusnya ketika ada musibah menghampiri kita itu berarti kita sedang diberi ujian olehNya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi? Sama seperti anak SD yang akan menuju ke jenjang SMP kemudian SMU dan akhirnya sampai menamatkan pendidikan perguruan tinggi. Masing-masing tahapan memiliki ujian tersendiri setelah cukup untuk waktu belajar. Bukankah setiap waktu pembelajaran tersebut menjadi berarti ketika ujian tiba? dan sia-sialah setiap waktu yang kita gunakan untuk belajar jika ujian tidak pernah ada. Demikian juga dengan setiap musibah, cobaan, ujian, atau apa pun nama yang dilabelkan manusia atasnya semuanya itu berguna bagi peningkatan nilai kita sebagai manusia yang seutuhnya. Waktu untuk belajar telah diberikan, gunakan dengan sebaik-baiknya untuk belajar bukan hanya untuk mengetahui. Jadikan sebagai bekal untuk menghadapi setiap perubahan baik yang bergerak cepat maupun lambat.