Thursday, July 31, 2008

Setahun yang lalu

Semburat langit perlahan menjadi gradasi abu lalu jingga. Duduk terdiam dalam ruangan. Aku hanya mampu memandang dan mencoba mengingat kisah yang terjadi setahun yang lalu. Hari ini, tepat setahun yang lalu.

Aku menarik nafas panjang. Mengingat setiap detail antara aku dan kamu. Setahun. Ya.. setahun yang lalu batinku mengingatkanku kembali. Bukan waktu yang lama, namun mampu memberi semburat warna dalam hidupku. Melukiskan suatu kisah yang menyenangkan awalnya namun harus berakhir bukan seperti yang kuinginkan. Hanya beberapa bulan saja, kisah itu terjadi. Selanjutnya adalah masa-masa untuk menghapus jejak dari pikiran dan setiap indera.

Mengapa sosok itu harus hadir kembali dan menari-nari dibalik pikiranku ketika aku berjuang untuk melupakannya. Aku sudah hampir melupakanmu. Mencoba menyibukkan diri dan pikiranku namun saat ini semuanya menjadi terasa sia-sia. Ketika aku hampir melupakanmu, ternyata aku tidak mampu melupakan semuanya tentangmu. Aku masih ingat kamu. Semua tentangmu. Seolah-olah kamu baru saja muncul di hadapanku tadi malam. Padahal, kamu sudah lama tidak muncul. Sudah lama atau bahkan tidak akan pernah muncul lagi. Sudah setahun kita tidak pernah ketemu dan hari ini langit mengingatkanku akan dirimu. Mengingatkanku pada tawa yang kau hadirkan. Sentuhanmu. Setiap nada begitu jelas terdengar. Lalu tatapan itu yang memicu jantungku untuk berdegup lebih kencang. Aku ingat semuanya. Aku ingat. Bahkan di hari ini. Di saat aku tidak ingin mengingatnya.

Nafas panjang kembali aku helakan. Sungguh, aku ingin melupakannya. Mengumpulkan semua memori itu kemudian memasukkannya dalam sebuah kotak yang tertutp rapat dan membakarnya hingga yang tersisa hanyalah debu yang akan lenyap ditiup angin. Kemudian aku bisa hidup tenang dan memulai dari awal. Hidup tenang, berada dalam alam pemandangan yang indah. Hijau nya pepohonan dan birunya langit mendominasi bagiannya. Berbaring di rerumputan dan menyaksikan langit yang berubah warna menjadi biru. Menghadirkan pelangi yang menyapa dengan warna-warna cerianya. Berlari sekencang-kencangnya dan tidak akan jatuh karena permadani rumput akan menampung jika kakiku salah langkah.

Apakah aku menyesali apa yang kujalani? Tidak. Tidak pernah aku menyesali setiap apa yang telah kujalani. Aku mengerti akan proses hidup yang kujalani. Jika seandainya aku mampu memutar waktu, itu pun tidak akan pernah kulakukan. Karena, tidak ada gunanya aku mengembalikan waktu ke masa setahun yang lalu jika akhirnya aku juga sampai pada titik ini. Tidak penting bagiku. Tidak ada gunanya. Bagaimana seandainya aku bisa memilih untuk tidak menyodorkan tanganku kepadamu setahun yang lalu? Bukankah akhirnya aku bisa hidup tenang? Jika setahun yang lalu aku tidak bertemu denganmu apakah aku bisa memastikan takdir tidak akan mempertemukan kita kembali di masa-masa yang akan datang? Tidak akan pernah ada titik untuk suatu pengandaian. Setiap jawaban hanya akan melahirkan sebuah pertanyaan baru. Sekarang aku lelah untuk bertanya dan bosan untuk menjawab.

Langit masih enggan untuk mengubah warnanya. Kamu selalu kutunggu untuk membalas setiap khayalanku. Namun akhirnya aku lelah. Lelah bermain-main dengan imajinasiku. Lelah mengikuti setiap jejak langkahmu. Lelah menyusuri setiap sudut misteri. Lelah memikirkan tentangmu. Akhirnya, aku lelah pada diriku sendiri. Saat ini, aku mencoba mencari secercah pijar. Meskipun aku tahu pijar itu tidak akan menghadirkan kehangatan yang sama seperti dulu. Aku harus lebih berhati-hati agar tidak tersulut panas yang dihadirkan. Mencoba untuk tidak kalut.

Malam hadir mengembalikan pikiranku. Tanpa kusadari ada airmata yang jatuh ke lantai. Aku menyekanya dan berjanji kembali pada diriku untuk berhenti mengingatmu. Sesuatu yang akan selalu kulakukan.




Medan, Perintis Kemerdekaan

*tiba-tiba dapat ide untuk menulis seperti ini di jam kantor (hehehehehe)

No comments: